[PORTAL-ISLAM.ID] Dengan ­bergabungnya Partai Gerindra ke barisan koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, maka oposisi tidak akan menjadi penyeimbang yang efektif.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai tiga partai yang sampai saat ini masih berada di luar pemerintahan, yaitu PKS, Partai Demokrat, dan PAN, sulit menjadi oposisi bertaji. Kepergian Ge­rindra yang menyeberang ke pusat kekuasaan membuat ­kekuatan mereka jauh berkurang.

Selain karena minoritas di parlemen, jelas Lucius, oposisi juga belum melakukan konsolidasi.

“Kesolidan mereka selama pilpres lalu semata-mata dipersatukan oleh semangat atau misi bersama Gerindra untuk memenangi pilpres. Setelah Gerindra berubah haluan, tak ada alasan yang cukup kuat bagi mereka (PD-PKS-PAN -red) untuk membangun satu kekuatan oposisi bersama,” ujar Lucius saat dihubungi di Jakarta, kemarin, seperti dilansir Media Indonesia.

Terlebih, dia menilai PAN dan Demokrat sebenarnya tidak siap beroposisi karena sebelumnya condong bergabung dengan pemerintah. Hal itu tampak saat Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu Presiden Joko Widodo untuk membangun komunikasi agar bisa masuk ke barisan pemerintah.

Lucius mengatakan hanya PKS yang punya semacam spirit sebagai oposisi. Posisi PKS pun tidak tak terlalu kuat sebab mereka membangun sikap sebagai penyeimbang bukan karena semangat oposisi, tetapi karena menyadari tidak mudah diterima oleh koalisi.

Dengan begitu, kontrol terhadap pemerintah tak bisa lagi diharapkan muncul di parlemen. Kontrol yang efektif diharapkan datang dari masyarakat sipil atau mitra koalisi yang bisa saja tetap kritis.

“Sesama koalisi juga mungkin akan melakukan kontrol terhadap pemerintah, tapi mereka tak akan konsisten dan cenderung sebagai alat bargaining saja,” ujar Lucius.

Peneliti CSIS Arya Fernandes juga menilai bahwa partai-partai saat ini akan lebih cair terhadap kebijakan pemerintah.

“Menurut saya, partai-partai di parlemen nanti akan lebih cair. Meski partai tersebut mendukung pemerintah, mereka yang bicara di parlemen juga bisa berbeda dengan pemerintah. Hal itu karena partai-partai yang tidak membentuk atau memiliki suatu pola yang paten dan permanen,” jelasnya.

Dia menekankan, ketika kabinet sudah terbentuk, ­dibutuhkan partai-partai yang secara ­reguler melakukan pengawasan dan mencermati setiap kebijakan pemerintah.

Gerindra Gabung Koalisi, Fadli Zon Pastikan Tetap Kritis

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyatakan walaupun partainya bergabung dengan pemerintah tapi sikap kritis tak pernah surut.

Menurut mantan Wakil Ketua DPR itu, mengkritisi kebijakan pemerintah adalah bagian dari pengawasan dan amanah konstitusi. Terlebih yang dikritisi itu adalah kebijakan yang tidak prorakyat.

"Ya. Kritis itu adalah amanah konstitusi untuk tetap mengawasi pemerintah. Saya tetap akan kritis dan berpihak kepada rakyat. Karena berpihak kepada rakyat itu bagian amanah konstitusi sebagai anggota DPR," tegas Fadli Zon usai melantik pengurus DPW Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Aceh di Gedung Asrama Haji, Kota Banda Aceh, Sabtu malam (26/10/2019), seperti dikutip dari RMOL.

Menurut Fadli Zon, walaupun posisi Gerindra berada di dalam pemerintahan tidak akan membungkam haknya menyuarakan kepentingan rakyat banyak atas policy yang diambil pemerintah.